CULTURE


THE TRADITION of DANDANGAN

        
          Dandangan adalah salah satu tradisi yang sudah mengakar cukup lama di Kota Kudus.  Secara historis, upacara rakyat kudus itu sudah eksis sejak berabad-abad yang lalu, tepatnya sejak Sunan Kudus Syaikh Dja’far Sodiq masih hidup. Konon, sejak zaman Syeh Jakfar Shodiq, salah satu wali songo penyebar agama Islam di Jawa, setiap menjelang bulan puasa, ratusan santri Sunan Kudus berkumpul di Masjid Menara guna menunggu pengumuman dari Sang Guru tentang awal puasa. Para santri tidak hanya berasal dari Kota Kudus, tapi juga dari daerah sekitarnya seperti Kendal, Semarang, Demak, Pati, Jepara, Rembang, bahkan sampai Tuban, Jawa Timur.Pada hari menjelang puasa, setelah berjamaah salat ashar, Sunan Kudus langsung mengumumkan awal puasa. Pengumuman itu dilanjutkan dengan pemukulan beduk yang berbunyi “dang-dang-dang”. Suara beduk yang bertalu-talu itulah yang menimbulkan kesan dan pertanda khusus tibanya bulan puasa. Berawal dari suara dang-dang, setiap menjelang puasa, masyarakat Kudus mengadakan tradisi Dandangan.
          Banyak yang mengartikan asal mula kata Dandangan, Secara etimologis (ilmu tentang asal-usul kata) kata ”dandangan” mungkin berasal dari kata ”dandang” atau beduk yang ditabuh bertalu-talu oleh Syeh Ja’far Shadiq. Namun, kata tersebut juga bisa diasumsikan berasal dari kata ”ndang-ndang” (Bahasa Jawa) yang berarti ”cepat-cepat”. Kata cepat-cepat itu bisa dimaknai sebagai selekasnya menyiapkan makan sahur menjelang awal puasa esok hari. Bahkan ada yang mengartikan Dandangan sebagai Dandang, dalam bahasa Jawa berarti tempat (panci) dari aluminium untuk menanak air atau nasi. Mungkin Dandangan dimaksudkan untuk kegiatan mencari nafkah bagi masyarakat di sekitar Kudus.
          Mana yang benar ? rasanya tidak perlu kita perdebatkan, tradisi yang unik dan menarik ini seharusnya kita lestarikan sebagai wujud rasa memiliki dan hormat terdahap ketinggian budaya masyarakat Kudus.

          Dandangan is one tradition that has been entrenched for a long time in the Kudus City. Historically, the people of the sacred ceremony that has existed since centuries ago, precisely since Shaykh Ja'far  Sodiq still alive. That said, since the time of Sheikh Jakfar Shodiq, one of the wali songo propagator of Islam in Java, each before the month of fasting, hundreds of students gathered at the mosque Festival Tower to wait for the announcement of the Master (Udstad)  of the beginning of fasting. The students not only from the Kudus but also from surrounding areas such as Kendal, Semarang, Demak, Pati, Jepara, ,even to Tuban, East Java .At the days before fasting, after the Asyar prayer in congregation, immediately Festival announces initial fasting . The announcement was followed by a beating drum which says "dang-dang-dang". The sound of pounding drum that creates an impression and a special sign of the arrival of the fasting month (Ramadhan). Starting from a sound dang-dang, every fasting,the Kudus people held Dandangan tradition
          Many interpret the origin of the word Dandangan, etymologically(the science of the origin of the word) the word "dandangan"probably comes from the word "steamer" or drum which soundedpounding by Sheikh Ja'far Sadiq. However, the word can also beassumed to be derived from the word "ndang ndang" (Javaneselanguage) which means "quickly". Word quickly as soon as itcould be interpreted as a meal prepared by the beginning offasting tomorrow. Some even interpret Dandangan as Dandang,in Javanese means a place (pot) of aluminum to boil water or rice. Maybe Dandangan intended to provide for people activities in the vicinity of Kudus.
Which is correct? it was not necessary to argue, the unique and interesting tradition should we preserve it as a form of ownership and respect for cultural elevation of the Kudus people.


.

No comments:

Post a Comment